Critical Eleven: A Critical Life after Marriage

Notifikasi dari HOOQ muncul tiba-tiba di layar iPhone 5S jadul yang batreinya udah mulai sekarat ini.

“Film Critical Eleven telah berhasil diunduh”

Wait, did I download the film 3 months ago? Tapi waktu itu emang belum kelar aja. Lah ini kok muncul di awal Juli yang tak terduga. Okay, time to finish the movie then.

Saya tahu film ini udah lama, pas awal keluar Mei 2017 lalu dan ngeh kalau based on best selling novel, langsung antusias banget untuk segera nonton. Cuma ya gitu, selalu nunda dan (sok) sibuk waktu masih kerja di coffee shop, heheheh. Well, this movie unfortunately was not hyped too much in Bali, dan kalau nggak salah cuma seminggu aja main di beberapa bioskop. Sedih banget pas tau udah turun layar. Yaudah lah ya, saya berharap bakal muncul di situs streaming kebanggaan netizen sejagad online #YouKnowWhatImean.

Honestly, I’m not person who sobbed a lot when watching love-romance movies. Nggak bakal bisa sesenggukan jika dibandingkan dengan nonton film-film keluarga khas Korea. The Notebook (2004) aja cuma sedih dan terharu aja liat kisah Noah dan Allie. Tapi film ini berhasil bikin saya nangis sesenggukan. Tersedu-sedu.

11 menit pertama, film ini bikin ketawa senyum sendiri liat Ale dan Anya.

11 menit selanjutnya masih dibikin bahagia pokoknya. Tapi saya sudah berpikir “Nggak mungkin kalau sepanjang film, penonton bakal mesam-mesem aja, nih”

Dan benar ternyata.

11 menit kemudian, Ale dan Anya membawa saya ke percekcokan sepele rumah tangga. Oke, masih selow.

11 menit lagi, keduanya mulai menampakkan sifat human being-nya masing-masing. Wajar lah.

11 menit berikutnya, wah gila sih suasananya langsung berubah.

(Sempat) berpikir kalau Ale adalah laki-laki bejat dan tak bertanggung jawab. Ninggalin Anya dalam kondisi kesedihan tak tertahankan. Well, sorry ya kalau stigma laki-laki selalu salah dan wanita harus benar memang terjadi di moment ini.

11 menit lagi, pandangan saya terhadap Ale pun berubah. Bukan cuma dia yang harus salah, Anya juga. Tapi Ale lebih parah sampa dia nggak peka. Lho, Anya malah lebih egois. Eh?

Akting Reza Rahadian dan Adinia Wirasti bisa dibilang sudah termasuk kelas atas. Lupakan sejenak favorite couple Dian Sastrowardoyo & Nicholas Saputra, Reza dan Adinia super duper sempurna. They made me cry a lot. Yes, literally cry. Terutama pas adegan Anya (dengan ekspresi datar) di pelukan Ale dan bilang hingga tiga kali “Aku mau pulang dan istirahat saja”. Mewek sejadi-jadinya. Ampun deh bagaimana bisa menghadapi itu semua.

Film ini ritmenya jelas dan enak banget. Nggak jomplang pokoknya. Runtun aja gitu mengalir seperti air sungai di pegunungan Himalaya. Ah kayak pernah tahu aja sungai di sana?

Beberapa karakter pendukung mulai dari teman, rekan, dan keluarga punya spotlight tersendiri. Jadi kesannya mereka juga main film beneran, bukan cuma ha ha hi hi di depan layar. Well, good job for the casting agency.

11 menit menuju ending, saya kira bakalan udah kan ya ceritanya. Eh masih berlanjut ternyata. Ada percikan-percikan kecil yang buat saya amazed aja sih. Gila keren!

Sampai akhirnya tiba di (beneran) happy ending moment. Yeah, finally!

PENTING: Film ini adalah film dewasa. Bisa dikategorikan untuk 18+. Jadi, anak sekolah SD – SMA tidak dianjurkan. Penting banget buat pasangan yang mau menikah. Banyak pelajaran penting how to manage your life after marriage. Because, it’s not only your life to deal with again. So, be prepared for everything.

POSTER
Poster Critical Eleven (2017) taken from https://www.imdb.com/title/tt6426714/mediaviewer/rm3432723456

Leave a comment